semrawut senja dari tapak kaki bukit lembah-lembah di peradaban terusik kembali oleh gerakan pena lentera tuntun rinai hujan membelah pasifik buramnya helai kuncupnya bulan basah mendengus alam tatapan gejolak hangatnya sajak-sajak raih gemericik hembusan rasi gemintang
sudahlah kau sudahi saja larangan yang kian tak berarti aku tak mungkin dipaksakan oleh kehendak menderu-deru pengabdian khayalnya seakan terkungkung memeditasi
siapakah yang dapat mengerti? kalau goresan abadi tak pupus sendirinya bergerak menuju padang lembab ilalang-ilalang kian mendorong angan sambutan gugurnya daun kering menabuhkan sejuta arti
berhimpit merangkak tuju impian hanya satu dan,hanya itu…
coba sejenak malam-malam kita bernostalgia ingin gapaikan itu,kau gapaikan ingin disampaikan itu,juga terhajatkan pundak tua yang selalu pemurah mengabulkan apapun permintaan darah dagingmu tanpa terkecuali, tanpa pernah pudar sejuta makna dari tatapan tuamu tak mungkin sanubariku terhapus manisnya jasamu
aku takkan lelah menyelam kedalam sastramu-sastra walaupun sekarang teman sejatiku hanya mata pena dan kertas usang
BY:
Haries Budjana
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comentários:
Posting Komentar