Malam Jumat Kliwon, jalang termenung menunggu terang.
Dan si bintang mulai bersenandung..
Mengenang #Tragedi98
Tiga belas tahun sudah
jajah, jarah, darah;
begitu mudah, begitu murah
Terbuang? Sengaja dibuang?
(mungkin) hanya untuk dikenang.
Sampah-sampah berserakan
tuk sekedar dikorbankan;
Serapah demi serapah dihempaskan,
hingga pengorbanan pun turut berkorban.
Lalu rusuk demi rusuk membusuk,
Tusuk menusuk
Merajuk dibalik susuk
Merasuk tuk masuk.
“Habisi saja! Dia bukan kita!”
Begitu sakti, begitu ironi.
“Bukan pribumi berarti harus mati!”
Pembeda itu katanya pembela.
Ketika hakim-hakim dalam penghakiman menghakimi sesamanya.
Bukankah itu disebutnya merenggut tanpa hak?
Tapi mereka berteriak wajib menjatuhkan rezim penghancur;
Dan menjadikan persatuan hanya pelacuran.
Berteriak, bertindak, lalu tertembak.
Merah putih yang terpisah tidak hadir di sekolah.
Sekolah libur karna kakak-kakak gugur.
Merah katanya berani, berani mati; berdarah.
Putih katanya suci, tapi.. benih itu punah sebelum berbuah.
Ingatan dan ketakutan bergulir melebur
Bulir bulir mengukir
Serpihan yang tak pernah pudar
Menemani tidur sampai ke alam kubur.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comentários:
Posting Komentar